Halaman

Jumat, 03 Februari 2012

KISAH SI PAHIT LIDAH


Alkisah seorang pangeran dari daerah Sumidang bernama Serunting. Anak keturunan raksasa bernama Putri Tenggang ini, dikhabarkan berseteru dengan iparnya yang bernama Aria Tebing. Sebab permusuhan ini adalah rasa iri-hati Serunting terhadap Aria Tebing.
Dikisahkan, mereka memiliki ladang padi bersebelahan yang dipisahkan oleh pepohonan. Dibawah pepohonan itu tumbuhlah cendawan. Cendawan yang menghadap kearah ladang Aria tebing tumbuh menjadi logam emas. Sedangkan jamur yang menghadap ladang Serunting tumbuh menjadi tanaman yang tidak berguna. 

Perseteruan itu, pada suatu hari telah berubah menjadi perkelahian. Menyadari bahwa Serunting lebih sakti, Arya Tebing menghentikan perkelahian tersebut. Ia berusaha mencari jalan lain untuk mengalahkan lawannya. Ia membujuk kakaknya (isteri dari Serunting) untuk memberitahukannya rahasia kesaktian Serunting. 
Menurut kakaknya Aria Tebing, kesaktian dari Serunting berada pada tumbuhan ilalang yang bergetar (meskipun tidak ditiup angin). Bermodalkan informasi itu, Aria Tebing kembali menantang Serunting untuk berkelahi. 

Dengan sengaja ia menancapkan tombaknya pada ilalang yang bergetar itu. Serunting terjatuh, dan terluka parah. Merasa dikhianati isterinya, ia pergi mengembara. Serunting pergi bertapa ke Gunung Siguntang. Oleh Hyang Mahameru, ia dijanjikan kekuatan gaib. Syaratnya adalah ia harus bertapa di bawah pohon bambu hingga seluruh tubuhnya ditutupi oleh daun bambu. Setelah hampir dua tahun bersemedi, daun-daun itu sudah menutupi seluruh tubuhnya. 
Seperti yang dijanjikan, ia akhirnya menerima kekuatan gaib. Kesaktian itu adalah bahwa kalimat atau perkataan apapun yang keluar dari mulutnya akan berubah menjadi kutukan. Karena itu ia diberi julukan si Pahit Lidah. 
Ia berniat untuk kembali ke asalnya, daerah Sumidang. Dalam perjalanan pulang tersebut ia menguji kesaktiannya. Ditepian Danau Ranau, dijumpainya terhampar pohon-pohon tebu yang sudah menguning. Si Pahit Lidah pun berkata, "jadilah batu." Maka benarlah, tanaman itu berubah menjadi batu. Seterusnya, ia pun mengutuk setiap orang yang dijumpainya di tepian Sungai Jambi untuk menjadi batu. 


Alkisah di tengah perjalanan si Pahit Lidah bertemu dengan si Mata Empat mereka adalah jawara yang sangat disegani oleh lawan-lawannya. Karena saling penasaran dengan kesaktian masing-masing, si Pahit Lidah dan si Mata Empat memutuskan untuk menguji kesaktian mencari siapa yang paling sakti.
Bukan dengan cara berantem bertanding, melainkan dengan cara tidur menelungkup dibawah rumpun bunga aren. siapa yang mampu menghindari terjangan bunga aren maka dialah yang akan menjadi pemenang. si Mata Empat menjadi yang pertama menjalani ujian. Dia tidur menelungkup dibawah rumpun bunga aren, dan si Pahit Lidah yang bertugas memotong bunga aren. Bunga aren pun deras berjatuhan ke bawah, namun semua dapat dihindari oleh si Mata Empat.

Si Mata Empat dengan mudah menghindari bunga aren yang berat dan lebat yang terus menghujam kebawah. Ini dikarenakan si Mata Empat memiliki dua mata tambahan di bagian belakang kepalanya. sehingga bukan perkara sulit untuk dia menghindari bunga aren.
Tibalah giliran si Pahit Lidah yang menelungkup tidur di bawah gugusan bunga aren, dan bergantian si Mata Empat yang memanjat pohon dan memotong bunga aren. Gugusan bunga yang berat itupun menghujam tubuh si Pahit Lidah. Ia pun tewas.

Sekarang kemenangan berada ditangan Si Mata Empat. Ia menjadi jawara yang paling sakti. Namun ia masih diliputi rasa penasaran. dibenaknya terus berfikir "benarkah si Pahit Lidah ini dijuluki begitu karena lidahnya pahit?". Atas rasa penasaran itu, si Mata Empat menyentuhkan jarinya ke mulut si Pahit Lidah sehingga mengenai liur si Pahit Lidah. Setelah itu si Mata Empat pun mengisap jarinya.
Ternyata rasa penasarannya tadi telah membawa dia ke kematian. Ya, karena ternyata air liur si Pahit Lidah mengandung racun. Duo jawara ini pun mati dalam waktu yang hampir berbarengan.


Kalau ada yang mau berkunjung ke makam si Pahit Lidah dan si Mata Empat masih ada kok, lokasinya di Danau Ranau, Kabupaten OKU (Ogan Komering Ulu) Propinsi Sumatera Selatan. Ceita ini pasti tidak asing bagi orang sumsel, kalau saya tidak salah di daerah Lahat juga ada patung yang menjadi korban dari sipahit lidah.

Silakan di DOWNLOAD

Tidak ada komentar:

Posting Komentar